Minggu, 05 Desember 2010

Penghinaan Al-Qurãn Di Situs-Situs Internet Bagaimana Sikap Kita?

Ada puluhan website dan blog di internet yang tampaknya sengaja dibuat untuk untuk mencemari Islam dan Al-Qurãn. Beberapa di antaranya berbahasa Indonesia , Inggris, dan entah apa lagi. Yang berbahasa Indonesia, isinya sebagian merupakan terjemaan dari yang berbahasa Inggris!

Saya menemukan sebuah web-site yang tampaknya sengaja dibuat untuk mencemari Islam dan Al-Qurãn.
Saya menemukan puluhan web-site seperti itu!
Puluhan?
Ya. Beberapa di antaranya ber-bahasa Indonesia , Inggris, dan en-tah apa lagi. Yang berbahasa Indo-nesia, saya lihat isinya sebagian merupakan terjemaan dari yang berbahasa Inggris!

Oh! Kalau begitu, saya terlambat tahu ya?
Ya. Tapi, memangnya kenapa? Ga penting kok!
Hah? Ga penting? Mereka meng-hina agama kita lho!
Terserah mereka. Mau menghi-na, mengolok-olok, mempermain-kan, memanipulasi, atau apa lah, silakan saja!
Alasannya?
Pertama, kita tak bisa mengen-dalikan hati orang! Kedua, ada in-formasi dalam Surat Al-Baqarah ayat 9-10:
9. Mereka hendak menipu Allah dan orang-orang yang beriman, padahal mereka hanya menipu diri-nya sendiri sedang mereka tidak sadar.
10. Dalam hati mereka ada penyakit, lalu ditambah Allah pe-nyakitnya; dan bagi mereka siksa yang pedih, disebabkan mereka berdusta.
Tapi, bukankah ayat-ayat itu di-tujukan kepada orang-orang muna-fik?
Ya. Orang munafik di satu pihak, dan orang-orang kafir aktif di pi-hak lain. Itu bisa anda baca pada ayat-ayat selanjutnya.
Orang-orang kafir aktif? Siapa mereka?
Mereka, orang-orang kafir aktif itu, disebut Allah sebagai syayã-thinihim, setan-setan mereka, ya-itu setan-setan orang munafik!
Allah menyebut mereka setan, dan anda menyebut mereka orang kafir aktif? Jelasnya bagaimana?
Kafir itu intinya kan menolak. Maksudnya di sini menolak Islam, menolak Al-Qurãn. Nah, di antara orang-orang yang menolak itu, ada yang menolak secara diam-diam, secara pasif, ada juga yang  meno-lak secara aktif.
Hm, ya, ya! Tapi, mengapa bisa begitu?
Itu kan sesuai dengan watak dan kecenderungan manusia seca-ra umum. Dalam beriman pun, kan ada yang militan, ada yang biasa-biasa saja, ada juga yang ikut-ikutan, dan lain-lain. Begitu juga dengan orang-orang kafir. Ada yang militan, ada yang biasa-biasa saja, ada juga yang ikut-ikutan, dan lain-lain.
Terus, yang disebut setan itu, apakah mereka dari kalangan yang militan?
Bukan hanya militan, tapi juga cerdas, cerdik, licik, licin, dan… ja-hat!
Oh! Karena itukah Allah menye-but mereka setan?
Ya! Dan satu lagi yang harus di-ingat: mereka itu terorganisir, dan punya banyak duit!
Apakah… bahwa mereka teror-ganisir dan banyak duit itu… juga dijelas-kan  di dalam Al-Qurãn?
Tentu saja. Bila anda cermati Al-Qurãn, dalam kekafiran mereka itu… mereka kan selalu membang-ga-banggakan diri karena punya banyak harta dan anak buah (ak-tsaru mãl wa banîn).
Lantas, setelah kita tahu keada-an mereka begitu, kita harus ber-buat apa?
Siapa yang anda maksud “mere-ka”, dan siapa pula “kita”?
Mereka itu… yaa itu lho, yang membuat website-website yang mencemarkan dan melecehkan Is-lam itu. Dan kita… ya kita ini, umat Islam! Khususnya umat Islam In-donesia.
Harus berbuat apa ya? Perta-nyaan berat nih. Berat sekali!
Kenapa?
Umat Islam Indonesia, bahkan umat Islam sedunia, rasanya… ku-rang pas untuk disebut “umat”!
Kenapa?
Yaa… Bila umat dalam arti um-um, serombongan burung juga disebut dalam Al-Qurãn sebagai umat. Orang-orang yang sudah mati juga disebut umat. Tilka um-matun qad khalat…Tapi, kalau menyebut umat Islam, umat Islam itu kan seharusnya merupakan ke-satuan manusia yang solid; bukan amburadul, bukan berantakan, seperti yang ada sekarang!
O, jadi, anda pesimis? Meng-anggap meremeh? Memandang en-teng pemeluk Islam, yang jumlah-nya satu setengah miliar?
Bila yang satu setengah miliar itu cerdas, cerdik, kaya, dan ber-satu… Pasti tak ada yang bisa me-ngalahkan!
Anda pikir, sekarang ini umat Islam bisa, dan mudah, dikalahkan?
Ha ha!
Kok tertawa?
Bung! Kalau secara fisik, bangsa mana di dunia ini yang bisa me-ngalahkan, secara mudah atau su-lit, manusia sebanyak satu sete-ngah miliar, yang ada di hampir seluruh peloksok dunia? Tidak! Bahkan beberapa kelompok yang disebut teroris saja pun, ternyata, tidak bisa dimusnahkan!
Kok menyebut teroris? Jadi, mak-sud saya, anda percaya bahwa teroris-teroris itu adalah umat Islam?
Ha ha! Bicara teroris dalam per-politikan dunia sekarang, sama saja dengan bicara tentang agres-sor (penyerang) di zaman perang dunia dulu. Siapa pun yang me-nyebut kata agressor, telunjuknya selalu mengarah kepada orang lain! Dan dia akan dinyatakan se-bagai pihak yang benar ketika dia mampu mempengaruhi banyak orang karena menguasai mimbar tempat dia bisa menyuarakan tuduhannya secara lantang.
Jelasnya?
Power, Bung! Power! Kekuasa-an, pengaruh, dan media. Itu lebih dahsyat dari nuklir.
Hubungannya dengan teroris?
Bila yang punya kekuasaan, pe-ngaruh, dan media,  menyebut an-da teroris, jadilah anda teroris! Yaa… meskipun, misalnya, anda hanya membakar ban bekas di jalan sebagai cara protes karena rumah anda dirampas orang! De-ngan berbuat begitu, polisi akan menangkap anda, dan semua orang yang menyaksikan anda di jalan pasti mendukung tindakan polisi, karena perbuatan anda menimbulkan kehebohan, misal-nya membuat lalu-lintas macet.
Dan dengan begitu juga… pe-rampasan rumah saya tidak dipe-dulikan?
Ya. Siapa yang akan peduli? Apalagi bila yang merampas ru-mah anda itu adalah pihak yang menggaji polisi itu! Ha ha!
Masya-Allah! Anda sedang membicarakan nasib orang-orang Palestina kah?
Terserah anda mau menafsirkan apa! Saya hanya ingin menging-atkan tentang sebuah ironi dunia. Dan itu terjadi, … ingat pembica-raan kita semula… Itu terjadi ka-rena dunia ini ada orang-orang kafir yang aktif menentang tegak-nya kebenaran secara licik namun cerdas dan cerdik.
Ya, ya, ya… Sekarang kembali ke soal website yang menghina Islam itu.
Baik.
Mereka bilang Al-Qurãn kacau
Kita mulai membahas sebuah tulisan di sebuah website yang sa-ya kunjungi ya?
Ya, silakan!
Ini butir pertama:
Al-Qur’an adalah kitab yang paling unik, dalam arti kata tidak ada contoh serupa yang ada di dunia. Lihat saja susunannya, bab per bab (yang disebut Surat) yang sangat acak, non-kronologi bahkan sepertinya anti-kronologi, sulit di-temukan tema intinya. Sedangkan isinya (yang disebut Ayat) banyak melompat-lompat, berulang deng-an ayat surat lainnya, dan sulit dicernakkan, karena begitu banyak disharmoni dan inkonsistensinya. Tetapi Kitab ini dianggap oleh Muslim sebagai buku suci yang paling sempurna di dunia. Diper-caya setiap kata dan hurufnya adalah total wahyu suci yang tidak mengandung kelemahan atau ke-salahan terkecilpun. Sebab ia bu-kan ditulis oleh manusia, tetapi perwahyuan oleh Allah yang Maha Tahu dan Maha Kuasa, sejak se-mula tanpa awalnya.
Bagaimana tanggapan anda?
Bahwa “Al-Qurãn adalah kitab yang paling unik, dalam arti kata tidak ada contoh serupa di dunia”, itu kan diakui mereka toh?
Tapi kan, tulisan di website itu, maksudnya mengejek!
Ya. Mereka bilang paling unik, karena susunannya, bab per bab (yang disebut Surat) yang sangat acak, non-kronologi bahkan se-pertinya anti-kronologi, sulit dite-mukan tema intinya. Sedangkan isinya (yang disebut Ayat) banyak melompat-lompat, berulang deng-an ayat surat lainnya, dan sulit dicernakkan, karena begitu banyak disharmoni dan inkonsistensinya. Itu pendapat mereka kan? Dan bi-la itu dimaksudkan sebagai ejekan, saya kira, bantahannya mudah saja. Kita tanya: mereka mengerti Al-Qurãn tidak?
Bagaimana bila mereka men-jawab bahwa mereka mengerti? Misalnya mereka sudah mempe-lajari bahasa Arab dan lain-lain hal yang berkaitan dengan Al-Qurãn!
Bagus! Itu malah menjadi argu-men yang mudah sekali dipatah-kan. Bila mereka mengaku meng-erti Al-Qurãn, lalu menyebut Al-Qurãn ka-cau dan lain sebagainya, mengapa dari kitab yang kacau itu bisa melahirkan sebuah bangsa jãhil (bodoh; ignorant) menjadi bangsa yang mampu menaklukkan dan membebaskan Eropa dari Abad Kegelapan? Mengapa dari kitab itu bisa muncul tokoh-tokoh penemu dan perintis di berbagai bidang sains dan teknologi, yang sampai sekarang pun diakui – oleh para sarjana Baat yang jujur! – menjadi para guru bangsa-bangsa Barat?
Tapi, … maaf, jawaban seperti itu kan merupakan jawaban yang “apo-logetis”. Maksud saya, itu ti-dak menjelaskan secara langsung tentang susunan Al-Qurãn, yang mereka bilang kacau itu!
Ya! Anda benar. Tapi kalau saya diminta menjelaskan tentang su-sunan Al-Qurãn kepada orang yang tidak mau tahu kebenar-annya, kan repot, dan percuma juga.
Kalau begitu, anda bisa menje-laskannya demi saya, untuk saya. Ka-rena, terus terang, tulisan-tulisan mereka membuat saya ter-goncang.
Itu sasaran mereka yang perta-ma. Mebuat anda tergoncang, … dan akhirnya murtad. Meninggal-kan Islam, … lalu beralih ke agama mereka.
Na’udzu billah! Bila anda tahu pasti bahwa Islam itu benar, Al-Qurãn itu benar, bantulah saya suapaya saya tetap dalam agama ini!
Insya-Allah. Semampu saya.
Jadi, menurut anda, sebenarnya susunan Al-Qurãn itu… tidak kacau?
Satu hal harus anda ingat. Ini hanya masalah cara memandang, cara menilai. Saya ambil perum-pamaan (analogi) lukisan ya?  Di depan kita, misalnya ada lukisan karya Basuki Abdullah yang cen-derung menam-pilkan benda-benda, manusia, hewan, sebagai-mana aslinya. Bahkan, orang se-ring mengatakan, lukisan Basuki Abdullah tampak lebih indah dari aslinya. Kemudian, di sebelah-nya ada lukisan karya Affandi, yang cenderung menggambarkan eks-presi batinnya sendiri melalui benda-benda, manusia, hewan yang dilihatnya. Ingat! Karena Affandi hanya ‘meminjam’ alam sebagai sarana ekspresi batin, maka pada lukisan-lukisan Affandi anda hanya melihat ‘keriuhan’ coret moret dan semburat warna-warna!
Ya, ya, ya…Kebetulan saya per-nah melihat beberapa lukisan me-reka.
Apakah anda seorang pengamat lukisan?
Bukan. Hanya orang awam yang menikmati lukisan-lukisan itu. Dan saya juga suka membaca buku dan artikel-artikel dari para pengamat dan kritikus lukisan.
Kalau begitu, anda bisa diandal-kan.
Untuk apa?
Untuk menjawab pertanyaan saya. Menurut anda, lukisan Af-fandi itu kacau tidak?
Oh! Tidak, tidak! Itu sangat in-dah! Dunia pun mengakui Affandi sebagai salah satu maestro! Bah-kan di sebuah tempat di Amerika, konon, Affandi diminta membuat sebuah mural.
Anda benar. Sekarang saya ta-nya: bila ada orang mengatakan lukisan Affandi kacau, anda mau bilang apa?
Ha ha! Saya ketawa lah!
Mengapa?
Yaa,… karena dia tidak meng-erti!
Ya, ya. Mungkin karena dia ti-dak mengerti. Tapi, bagaimana kalau misalnya dia mengerti tapi ingin membuat anda ragu dengan pengetahuan atau penghayatan anda?
Oh! Tidak, tidak. Kalau soal lu-kisan, saya tidak bisa ditipu.
Baik! Itu tentang lukisan. Lalu, bagaimana kalau tentang Al-Qurãn?
Nah, itu dia! Kalau tentang Al-Qurãn, boleh dikatakan saya belum tahu apa-apa; kecuali – paling tinggi – cara membunyikannya se-suai ilmu tajwid, dan membaca beberapa versi terjemahan dalam bahasa Indonesia.
Jadi, wajar kan bila anda ter-goncang oleh serangan orang yang ingin meruntuhkan kepercayaan anda?
Ya, ya! Sangat wajar. Tapi saya tak suka ini! Saya merasa ada se-suatu yang tidak beres.
Jelasnya, apa yang terasa tak beres itu?
Seperti yang tadi anda katakan. Al-Qurãn bisa mengubah bangsa Arab dari jahil menjadi bangsa yang mampu menaklukkan dan mencerahkan Eropa! Tapi, karena saya tidak tahu persis letak kebe-naran Al-Qurãn, maka saya – intinya – tidak mempunyai kemam-puan untuk membantah ‘teror’ mereka itu!
Ha ha! Anda menyebut tulisan mereka sebagai teror?
Ya. Apa lagi? Itu teror dalam bentuk yang halus kan? Teror lewat jalur pemikiran. Itu yang disebut ghazwul-fikri kan?
Ya. Ghazwul-fikri. Perang pemi-kiran. Perang urat saraf. Perang peradaban!
Perang peradaban?
Iya. Kan sudah jadi pengeta-huan umum di kalangan intelek-tual bahwa perdaban-peradaban besar dunia itu berpangkal pada sebuah buku, pada buku-buku. Kitab-kitab.
Termasuk peradaban Islam… juga bersumber dari kitabnya? Al-Qurãn?
Oh ya! Itu jelas sekali.
Hm, kalau begitu, saya jadi me-ngerti mengapa di internet muncul banyak website yang menjelek-jelekkan Islam dan Al-Qurãn. Mere-ka menjadikan internet sebagai sebuah medan pertempuran kan? Maksud saya, pertempuran dalam konteks perang peradaban! Setuju?
Ya!
Tapi, ketika Huntington menge-mukakan soal benturan antar per-adaban (clash of civilizations) itu, di tahun 1990an, banyak orang tidak sependapat lho!
Ya. Tidak sependapat karena bodoh, atau karena pura-pura.
Maksud anda?
Benturan antar peradaban atau perang peradaban itu kan sun-natullah. Hukum alam. Sesuatu yang harus terjadi!
Wah! Kok anda bisa mengatakan begitu?
Karena Al-Qurãn memang me-ngisyaratkan begitu! Lagipula, pe-rang peradaban itu, dalam skala kecilnya, kan sama saja dengan pertengkaran antara suami dan istri! Katakanlah, misalnya, mere-ka ribut soal acara televisi!
Begitukah?
Ya. Dan saya sengaja menga-jukan contoh pertengkaran suami-istri; karena berdasar pertimbang-an tertentu, ‘perang’ itu bisa di-anggap tidak ada! Tegasnya, per-selisihan tentang acara televisi itu kan tidak harus membuat hubu-ngan suami-istri menjadi bubar!
Nah, nah, nah! Ini menarik.
Menarik bagaimana?
Bila suami dan istri bertengkar karena berbeda selera tentang a-cara televisi, solusinya kan mudah. Mereka bisa membeli dua televisi, kan? Tapi, langsung saja ya, bagai-mana bila yang terjadi adalah ‘perang’ antara peradaban Barat dan Timur? Atau, lebih tandas lagi, misalnya, perang antara Barat yang Kristen dan Timur yang Islam?
He he… Solusinya, … yaa sama dengan pertengkaran suami-istri tadi. Tinggal bikin pemisahan wila-yah saja: ini Barat, ini Timur. Gam-pang kan?
Tapi, kenyataannya toh tidak se-gampang itu!
Ha ha! Memang saya hanya ber-canda kok!
Terus, yang seriusnya bagaima-na?
Pertama, sadarilah bahwa kalau kita bicara soal perang peradaban, istilah Barat dan Timur itu hampir-hampir terpisah dari persoalan wi-layah geografis! Allah mengisya-ratkan hal ini, misalnya, dalam surat Al-Baqarah ayat 177.
Bisa anda jelaskan dulu ayat itu?
Sebenarnya ayat itu merupakan kesimpulan dari banyak ayat sebe-lumnya!
Kesimpulan? Bukankah jumlah ayat dalam surat Al-Baqarah ada 286? Mengapa ayat 177 menjadi kesimpulan?
Karena, seperti kata mereka, susunan Al-Qurãn itu kan kacau! Ha ha!
Ah, anda bercanda lagi!
Ha ha! Saya geli saja kalau ada yang bilang susunan Al-Qurãn ka-cau!
Ya, ya. Terus apa yang anda maksud ayat itu merupakan ke-simpulan dari banyak ayat sebe-lumnya.
Surat Al-Baqarah membahas banyak soal. Salah satu di anta-ranya tentang qiblah (kiblat) atau, sinonimnya, wijhah.
Maksudnya arah hadapan ketika kita shalat?
Benar. Tapi itu hanya permu-kaan. Di balik itu, seperti ditegas-kan dalam surat Al-Baqarah ayat 177, Allah menjelaskan tentang qiblah atau wijhah yang hakiki, yaitu orientasi batin – pikiran dan perasaan – manusia pada satu ‘arahan’ atau pedoman hidup (guide) tertentu. Arahan (wijhah) itulah yang pada akhirnya menen-tukan seseorang layak atau tidak untuk disebut Al-Birr(u). …
Apa itu Al-Birr(u)?
Para penerjemah Indonesia umumnya mengartikan “kebaikan” atau “kebajikan”. Dalam bahasa Inggris, ada yang menerjemahkan sebagai righteousness, piety dan entah apa lagi. Rupanya itu berda-sar pada anggapan mereka bahwa al-birr(u) adalah masdar (akar kata; kada dasar). Tapi saya sendi-ri memandangnya sebagai sifat musyabahah (kata sifat yang di-tambah dengan pengertian “ma-ha”, “sangat” dan sebagainya), yang bisa berkedudukan sebagai isim fã’il (kata pelaku).
Kalau begitu, menurut anda, arti al-birr itu apa?
Bisa sama dengan para pener-jemah itu. Tapi khusus dalam ayat ini, saya cendrung mengartikannya sebagai “orang yang baik” atau “orang yang sangat baik”.
Alasannya?
Dalam ayat itu Allah menegas-kan bahwa Al-Birr(u)  itu adalah man ãmana…, “orang yang ber-iman …” Jelasnya, dalam ayat itu Allah menegaskan bahwa sebaik-baiknya orang bukanlah dia yang berkiblat ke Barat atau ke Timur. Dalam konteks peradaban: bukan yang kebarat-baratan atau ke-timur-timuran, tapi orang yang beriman…
Oh, begitu ya? Jadi, soal dia tinggal di bumi Barat atau Timur, itu tidak penting? Karena yang penting adalah orientasi batinnya?
Ya. Yang penting adalah ori-entasi batinnya; apakah dia ber-iman atau sebaliknya!
Hebat! Memang hebat!
Apa yang hebat?
Maksud saya, ajaran Islam itu, Al-Qurãn itu, memang universal. Lintas batas, lintas wilayah. Berarti Islam itu bukan agama rasialis kan?
Ya. Itu yang pertama  harus an-da pegang ketika bicara soal pe-rang peradaban. Jelasnya, perang peradaban itu lintas batas, lintas rasial. Karena ini sebenarnya ma-salah orientasi hidup. Atau seperti diisyaratkan surat Al-Baqarah ayat 177, ini sebenarnya masalah iman!
Masya-Allah! Kalau begitu, be-nar sekali dong tesisnya si Hun-tington itu… bahwa perang pera-daban itu sebenarnya adalah pe-rang agama, perang iman!
Ya. Huntington dengan tesis basinya itu memang benar kok!
Tesis basi?
Ya! Siapa bilang tesis Hunting-ton itu sesuatu yang baru atau murni (authentic)? Setahu saya, dia hanya menutur ulang oleh sesuatu yang pernah dibahas oleh para pendahulunya, misalnya oleh Toynbee dalam A Study of History dan oleh Spengler dalam The De-cline of the West. Mereka berdua ini, yang oleh Max. I. Dimont da-lam Jews, God, And History di-kelompokkan sebagai sejarahwan filsuf, jauh-jauh hari sudah meng-isyaratkan bahwa peradaban Ba-rat akan mengalami kehancuran. Dan kehancuran itu bakal terjadi ketika mereka di puncak kemajuan (teknologis) tapi seiring dengan itu secara moral mereka justru mero-sot. Kemerosotan moral itulah juga sebenarnya yang menjadi penyebab kehancuran Imperium Romawi. Bahkan, harus diakui bahwa kejayaan umat Islam pun berakhir karena penyebab yang sama, kemerosotan moral. Dan, saya takut, bahwa bangsa ini pun – Indonesia – akan mengalami na-sib yang sama. Hancur karena kebobrokan moral!
Ya, ya, ya! Na’udzullãh min dza-lika! … Jadi, tesis Huntington itu … basi ya?
Sesuatu yang basi sebenarnya tak layak disebut tesis!  Tapi, na-manya manusia itu kan sering bodoh dan norak! Kalau kata Al-Qurãn sih zhalûman jahûlan! Ada sesuatu yang kuno, basi, dikemas sedikit, divariasi, dimodifikasi, lalu dianggap baru. Bagi saya, bukan hanya kecap Huntinton yang basi, tapi juga pernyataan-pernyataan atau temuan-temuan Toynbee dan Spengler dalam konteks per-adaban itu juga basi.
Begitukah? Lalu, yang tidak basi…?
Yang tidak basi… yaa wahyu Allah!

[BERSAMBUNG]

Tidak ada komentar:

Posting Komentar