Jumat, 04 Februari 2011

Di Israel, Pengangkatan Imam Ditentukan Polisi Rahasia

Israel menggunakan para penyelidik yang menyamar untuk ‘menginteli’ para tokoh agama, menekan mereka untuk ‘bekerjasama’. 

W
awancara-wawancara untuk menempatkan para imam di masjid-masjid Israel dilakukan bukan oleh ulama senior tapi oleh Shin Bet, polisi rahasia Israel. Demikian menurut laporan dari sebuah pengadilan.
Syaikh Ahmad Abu Ajwa, 36, berjuang melawan penolakan Shin Bet atas pengangkatan dirinya sebagai imam, karena ia membongkar penyelidikan terselubung atas para pemimpin Islam di negara Yahudi itu.
Dalam sebuah sidang beberapa bulan lalu, seorang pejabat senior  mengaku bahwa 60 penyelidik yang menyamar dimanfaatkan secara efektif sebagai mata-mata untuk menghimpun informasi dari para pemimpin Muslim, melaporkan pandangan-pandangan politik mereka yang disampaikan dalam khutbah-khutbah, dan mengungkapkan gosip-gosip tentang kehidupan pribadi mereka.
Syaikh Abu Ajwa membawa kasusnya ke pengadilan setelah Shin Bet menolak pengangkatannya sebagai imam di sebuah masjid di Jaffa, dekat Tel Aviv, tiga tahun lalu. Padahal dia adalah satu-satunya calon imam. Setelah wawancara atasnya dilakukan, disimpulkan oleh Shin Bet bahwa pandangannya “keras” dan terlalu kritis terhadap Israel, meskipun seorang imam secara resmi tidak menempati posisi yang berhubungan dengan keamanan negara Israel.

Menyoal Sistem Pemerintahan

Sistem Pemerintahan,
Antara Presidium,
Demokrasi, Monarki,
Khilafah, Imamah, dll

Reaksi anak-anak Yogya atas pernyataan kontroversial SBY. Sebuah plesetan yang bisa jadi memuaskan emosi sesaat, tapi tidak mewakili kenyataan objektif.

T
ahukah anda sistem pemerintahan atau kepengurusan apa yang digunakan ormas-ormas dan partai politik? Jawabannya adalah: presidium.  Seperti yang anda jumpai dalam salah satu berita di majalah ini, ICMI, adalah contoh sebuah ormas yang memakai sistem tersebut. Hingga muktamarnya yang terbaru di Bogor, yang berlangsung 4-7 Desember, ICMI yang memiliki 43 organisasi wilayah dan 700 organisasi daerah, masih dipimpin oleh 5 orang presidium (Hatta Rajasa, Marwah Daud Ibrahim, Muslimin Nasution, Azumardi Ajra, dan Nanat Fatah Nasir).

Surat Al-Baqarah: Tentang Nama Surat Dan Huruf-huruf Misterius


Sapi kuning mulus
Al-Baqarah dalam terjemahan di Indonesia selalu diartikan “sapi betina”. Itu dilakukan dengan mengikuti rumusan ilmu sharaf tingkat dasar; yaitu bahwa bila di belakang kata benda terdapat huruf tã’ marbûthah (tã’ bundar), maka kata benda itu masuk ke dalam jenis perempuan (mu’annats; feminine gender).
Di lain pihak, ternyata penambahan huruf tersebut tidak selalu mengubah kata benda jenis lelaki (mudzakkar; masculine gender) menjadi wanita, tapi hanyat menyatakan satu, sebuah, sekelompok. Misalnya, umam(un) berarti bangsa-bangsa atau kaum-kaum, maka ummatun (ummah) adalah satu bangsa atau satu kaum. Atau, bila syajar(un) berarti pohon-pohon, syajaratun (syajarah) adalah sebatang pohon. Dengan demikian, bila baqar(un) berarti (seluruh) sapi, maka baqaratun (baqarah) adalah seekor sapi.
Apalagi bila pada kata baqaratun itu ditambahkan kata sandang al, sehingga menjadi al-bagaratu (al-baqarah), maka tentu pengertiannya (penerjemahannya) bisa menjadi lain lagi.

Belajar ‘Filsafat’ Lewat Ilmu Sharaf


 Ilmu sharaf (morfologi bahasa Arab) adalah sebuah cabang ilmu bahasa yang sering kali dianggap memusingkan. Karena itulah ilmu ini kadang diplesetkan sebagai ilmu yang membuat orang sakit saraf (gila).
Tapi, siapa sangka bahwa dari ilmu sharaf kita bisa menggali sebuah filsafat kehidupan?
Secara garis besar, ilmu sharaf terbagi menjadi dua bentuk tashrîf , yaitu tashrîf lughawi, dan tashrîf ishthilahi.
Tashrîf lughawi adalah perubahan atau variasi kata kerja mengikuti variasi 14 dhamîr atau kata ganti nama. Variasi ini mengingatkan kita pada fungsi dasar bahasa (lughah), yaitu sebagai alat komunikasi.
 Variasinya dimulai dari kata ganti orang ketiga, atau pihak yang dibicarakan, yang terdiri dari tiga variasi, yaitu (1) huwa (dia, lelaki), (2) huma (mereka berdua, lelaki), dan (3) hum (mereka, lebih dari dua orang, lelaki). Kemudian, (4) hiya (dia, wanita), (5) huma (mereka berdua, wanita), dan (6) hunna (mereka, lebih dari dua orang, wanita).