Minggu, 05 Desember 2010

Figur Imam Yang Dibutuhkan Di Eropa

(Bagaimana Di Indonesia?)


Sebagai pemimpin agama Islam, seorang imam secara umum memainkan peran besar dalam masyarakat, khususnya dalam konteks Eropa. Al-hasil, sang imam diharapkan untuk sudah siap menjalankan peran tersebut.

Sang imam dianggap sebagai ilmuwan yang menakhodai sebuah program keilmuan Islam. Sang pemimpin Islam ini, terutama bila bermarkas di Eropa, diharapkan untuk sudah memiliki pemahaman Islam yang memadai. Imam yang berpegang teguh dan fanatik pada sebuah mazhab (fiqh) tertentu tidak akan bisa ‘jalan’ di Eropa. Imam sejati bukanlah orang yang meimbulkan kesulitan-kesulitan bagi orang lain tapi justru mampu menunjukkan bahwa Islam itu bisa sejalan dengan zaman di tempat mana pun. Ini bisa terjadi bila sang imam mengambil sikap netral dan mampu memberikan penilaian terhadap berbagai pendapat dan pembuktian.

Semakin mengerti semakin bijak
Sang imam hendaknya peduli dengan kebudayaan masyarakat setempat. Imam As-Syafi`i, misalnya, melakukan perubahan-perubahan besar pada mazhabnya ketika ia pindah ke Mesir. Pendeknya, semakin sang imam memahami kebudayaan masyarakat sekitarnya, semakin baik pula keputusan-keputusan (fatwa-fatwa) yang dike-luarkannya. Sebuah fatwa bisa berubah seiring perubahan tempat atau waktu. Selain itu, kepeduliannya atas kebudayaan setempat juga menjamin sang imam untuk meng-utamakan hal-hal terpenting dan mengarahkannya untuk melakukan pendekatan-pendekatan yang sesuai.

Tokoh panutan
Karena pemimpin spiritual adalah jen-dela tempat non-Muslim memandang Islam, sang imam harus menjalankan kehidupan yang layak diteladani. Khususnya dalam situasi sekarang, di saat Islam ditampilkan secara keliru atau disalahpahami, tanggungjawab sang imam menjadi sangat besar. Ia bukan hanya harus menampilkan wujud Islam yang benar, tapi juga harus melenyapkan kesalahpahaman tentang Islam. Ini tidak bisa hanya diungkapkan dengan kata-kata tapi juga dengan perbuatan, yang mampu berbicara lebih keras dari kata-kata.
Imam Al-Hasan Al-Basri (Al-Hasanul-Basri) mengatakan, “Perilaku seseo-rang yang bisa mempengaruhi seribu orang adalah lebih baik daripada perkataan seribu orang yang tidak mempengaruhi seorang pun manusia.”
Ketika seseorang mengambil tang-gungjawab sebagai imam dan mera-sakan betapa besarnya tanggungjawab itu, maka gaya hidupnya harus di-bentuk menjadi tokoh teladan. Itu bukan tugas yang mudah. Itu adalah tugas para rasul. Karena itulah mendalami sejarah kehidupan para rasul pasti akan sangat membantu.[1]
Hal terpenting yang harus dicamkan sang imam adalah bahwa imbalan yang sebenarnya hanyalan dari Allah (jangan mengharapkan imbalan dari manusia, pen.) dan Ia adalah Mahapemberi Anugerah. Janganlah sang imam berduka ketika orang-orang kafir bersikap keras kepala, menolak da’wah, dan cenderung agresif. Nabi Muhammad tidak pernah terhambat oleh kejahilan Abu Jahal. Beliau juga kembali dari Tha’if dengan semangat da’wah yang tidak berkurang.[2]

Integritas dan kejujuran
Sebagaimana halnya semua Muslim yang hidup di Barat, tugas para imam tidak sebatas memimpin shalat (ritual). Mereka harus menjawab berbagai pertanyaan dan memberikan nasihat-nasihat kemasyarakatan. Para Muslim menemui mereka untuk menyele-saikan masalah-masalah rumahtangga dan bahkan keuangan. Dengan de-mikian, para imam di Barat harus benar-benar menguasai hukum Islam. Mereka juga harus memperlihatkan ketulusan tingkat tinggi dan harus memelihara kepercayaan para Muslim yang menggantungkan harapan, se-hingga mereka akan selalu dipercaya oleh para anggota jama’ah yang mereka pimpin.
Para pemuda Muslim menganggap para imam sebagai sumber ilham (rujukan). Karena itu, para imam harus mempersempit jarak di antara mereka dan para pemuda dengan cara memberikan kuliah-kuliah yang ber-singgungan dengan topik-topik (pokok masalah) yang menarik minat mereka. Bahasa yang digunakan pun harus mampu menarik perhatian mereka.
Para pemuda adalah cikal bakal masyarakat Muslim. Karena itu waktu sang imam pun harus disisihkan untuk melayani kebutuhan-kebutuhan mere-ka. Dengan demikian, para imam di Eropa dapat menjamin bahwa generasi Muslim baru akan dapat terbebas dari masalah-masalah yang menjebak para orangtua mereka sekarang. Mereka, para imam, dapat memberikan sumbangan dalam pembangunan keluarga yang kokoh dan teguh beriman dalam komunitas-komunitas mereka.

(IslamOnline.net)
Syaikh Hussein Halawa, sekretaris jenderal Europian Council for Fatwa and Research, dan imam pada Islamic Center of Ireland (ICCI). Ia meraih gelar BA dari Universitas Al-Azhar, dan mengajar di berbagai universitas Islam. Ia juga merupakan aktifis menonjol di Dunia Islam dan di Eropa.

[1] Sebenarnya rujukan utama dan paling sahih untuk itu adalah Al-Qurãn (pen.)
[2] Di Tha’if Rasulullah saw disambut dengan lemparan batu dari para pemuda yang dihasut tokoh-tokoh mereka. (pen.)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar