Senin, 06 Desember 2010

5 Hal Yang Pasti Lepas





Hadits di bawah ini termasuk populer, namun tidak berarti bahwa ia tidak lagi menarik untuk dikaji.

إغتنم خمسا قبل خمس:
سبابك قبل هرمك
وصحتك قبل سقمك
وغناك قبل فقرك
وفرغك قبل شغلك
وحياتك قبل موتك
(رواه البيهقى وابن أبى الدنيا وابن مبارك)


(Kata Rasulullah suatu hari:) “Jagalah lima hal sebelum (muncul) lima hal (yang lain); (Yaitu:) masa mudamu sebelum (tiba) masa tuamu, masa sehatmu sebelum (tiba) masa sakitmu, masa kayamu sebelum (tiba) masa fakirmu, masa luangmu sebelum (tiba) masa sempitmu, dan (terakhir) masa hidupmu sebelum (tiba) saat kematianmu.
Penggunaan kata perintah ightanim pada awal sabda Rasul ini agaknya layak digarisbawahi, terutama karena sifat filosofisnya. Makudnya, pemilihan kata ini, ag-aknya, memang disengaja untuk membuat penyimaknya memperhatikan hal-hal yang disebutkan berikutnya, yang memang mewakili persoalan-persoalan yang sering menjadi bahan renungan para pemikir kehidupan atau filsuf.
Kata kerja dasar dari kata perintah ter-sebut adalah ghanima, yang harfiahnya berarti mengambil atau menerima ghanïmah, yaitu (harta) pampasan perang. Namun, alangkah menarik memperhatikan konteks kalimat Rasulullah ini. Dengan penggunaan kata perintah ightanim, berarti Rasulullah menyuruh kita untuk memperlakukan atau menyikapi lima hal yang disebutnya itu sebagai ghanïmah, tepatnya ghanïmah bãridah, yaitu ghanïmah didapat tanpa susah-payah alias gratis.
‘Sayangnya’, kelima hal itu juga merupakan pampasan perang bagi para musuh yang sudah pasti bakal datang menyerbu, dan kita hanya bisa mempertahankan kelimanya dalam waktu yang sangat terbatas. Ada kalanya malah tidak bisa memperta-hankan sama sekali.
Ya, siapa yang bisa mempertahkan kemudaan pada saat kemudaan itu terus diburu oleh ketuaan? Bukankah dalam kesempatan lain Rasulullah juga mengatakan bahwa ketuaan adalah (ibarat) penyakit yang tak ada obatnya?
Bila kemudaan tidak bisa dipertahankan, apakah kesehatan bisa terus kita mi-liki? Ilmu kedokteran dengan segala tekno-loginya yang terus dipercanggih dimanfaatkan para pedagang (termasuk para dokter sendiri) untuk mencari uang dengan menjual kecap bahwa produk mereka bisa mempertahankan (mengawetkan) kemudaan dan kesehatan. Tapi ilmu kedokteran sendiri pun mengungkapkan bahwa umur (ketuaan) datang menyerang  dengan membawa temannya, yaitu penyakit degeneratif, alias sesuatu yang membuat segala kualitas prima yang pernah kita ‘miliki’ terus menurun menuju kerusakan yang tak terhindarkan. Artinya, dokter bisa saja mengalahkan penyakit yang disebabkan kuman dan virus, tapi penyakit degeneratif adalah ‘malang’ yang tak dapat ditolak.
Berikutnya, kekayaan kita, ternyata juga merupakan pampasan perang bagi musuh yang tak terkalahkan. Anda bisa membangun benteng kokoh dan membayar tukang pukul yang dipersenjatai untuk melindungi kekayaan dari sesama manusia. Tapi, mereka tak mampu mengusir ketuaan dan penyakit. Juga tak bisa menolang kedatangan bencana alam seperti gempa bumi, api, dan angin tofan.
Hal keempat, kesempatan atau waktu, sering dikatakan orang sebagai pedang bermata dua, yang salah satu di antaranya justru bisa mencelakai diri kita sendiri.
Terakhir, hidup, adalah pokok permasalahan dari hadis yang kita kaji ini. Kemudaan, kesehatan, kekayaan, dan kesem-patan, semua tak berarti bila kita tidak hidup. Hidup adalah anugerah dasar yang mewadahi keempat hal yang disebut sebelumnya. Bila kita tidak lagi hidup, semua menjadi tak berarti.
Ya, agaknya, hadis ini memang hendak menekankan keharusan memperhatikan arti hidup, yang di dalamnya kita bisa bertemu (dan berpisah) dengan kemudaan, kesehat-an, kekayaan, dan kesempatan. Masa pertemuan dengan empat hal itulah yang menentukan apakah hidup kita menjadi berarti atau sia-sia (ingat surat Al-Ashri). (‘sein).

1 komentar:

  1. kalisa gaya bahasanya masih demikian lunak,,,lembut tapi persuasif..tidak terkesan ekstrim..dan membakar..mungkin belum saatnya menggunakan kalimat yg pahit, tajam dan keras..

    BalasHapus