Senin, 06 Desember 2010

Pembakaran Al-Qurãn Di Mata Pengagum Bung Karno


Kalo dibakar itu mending, yang parah itu di baca berulang kali tapi tidak tahu apa maksudnya, bisanya hanya membunyikan saja. Kemudian yang mampu membaca juga tidak segera berbuat sesuatu bagaimana melaksanakannya dengan bijaksana dan bagi ... yang sudah merasa mampu melak-sanakan juga belum bisa membuktikan barokahnya bagi umat manusia alias tidak ada kemajuan apapun. Lha dengan kondisi demikian tiba-tiba merasa sudah paling benar sendiri, paling suci sendiri lantas rame-rame mengutuk rencana pembakaran al Qur'an. Apakah sudah melakukan introspeksi diri? Ya saya doakan bagi yang sakit, semoga lekas sembuh, bagi yang tidak sembuh-sembuh, semoga di berikan tambahan kesabaran.


“Islam yang kita catut dari kalam ilahi dan sunnah bukan apinya, bukan nyalanya, bukan! Tapi abunya, debunya, ach, ya asapnya, abunya yang berupa celak mata dan surban … abunya yang bisanya cuma baca fatihah dan tahlil, bukan apinya yang menyala-nyala dari ujung zaman satu ke zaman yang lain.” (Sukarno, 1940) 

Kulyubi Ismangun
Sarjana geografi lulusan UGM

2 komentar:

  1. Kulyubi ismangun satu sisi ada benarnya mengkritisi tentang fenomena ummat yg mengaku muslim tapi tidak pernah sadarkan diri dengan pedoman hidupnya..sehingga alquran dari dulu sekedar dibaca harfiah tapi maknanya gak paham..atau kabur..gak salah manusianya sebab belum diberi tahu tentang da'wah Alquran menurut sunnah rasul tapi ketika sdh disampaikan masih bangkang ... baru hukum berlaku baginya...

    tapi sebenarnya sdh satu satu ketentuan dari Allah bahwa manusia tidak akan pernah bisa dipedomani selama manusia itu sendiri tidak mau dipedomani dengan AQ msr..

    ngomong2, apa pak kulyubi yg berkata sdh sedang berproses kearah hidup yg menjadikan Alquran sebagai panglima hidupnya..?kalau sekedar menyalahkan bgs sendiri ya apa bedanya..

    BalasHapus
  2. Tidak perlu mecari perbedaan dalam sebuah persamaan dan tidak perlu menyamakan dalam sebuah perbedaan. :)

    BalasHapus